Aamiin Paling Serius (Bag 1)

Masjid Agung (Curup, Bengkulu)

Selamat berlebaran dan merayakannya penuh keramaian. Segala khilaf dan salah yang dilakukan ternyata diam-diam menyakiti diri sendiri, mohon dimaafkan. Tidak ada yang bisa merengkuh ke’aku’an selain kita yang punya badan. Mencintai diri, melakukan dialog diri setiap hari.

Apa saja doa yang dirapal di malam Ramadhan?

Segenap ingin dari sekian banyak keinginan dalam hati. Baik untuk dunia maupun akhirat. Semoga keduanya selamat. Segala kesulitan selalu menemui kemudahan. Setiap keinginan ada doa yang terkabulkan. Setiap pandangan yang gelap selalu menemui cahaya terang. Selalu ada kebaikan dari semua bagian yang tidak sesuai harapan.

Aamiin paling serius yang terpampang sebagai judul tulisan ini, aku ambil dari salah satu chat teman saat kuliah. Jebi Kamil, aku tulis nama kontaknya. Jebi itu kepanjangan dari jelajah bineka, kegiatan yang mempertemukan kami berdua. Kamil, itu nama panggilannya sendiri. Kamil, setelah melihat story ig-ku, ia langsung mengirim pesan via WA untuk mengucapkan selamat lebaran. Sehingga terciptalah obrolan basa-basi sebagai teman yang sudah dua tahun ini tidak bertemu. Lalu iring-iringan doa memperhangat obrolan malam lebaran ke empat.

Kamil tidak sendiri, sebagai teman kuliah di luar jurusan yang tiba-tiba mengirim pesan, ada dua teman yang lainnya juga. Aku respect sekali dengan mereka, karena masih care atau setidaknya mengingatku untuk sekedar bertanya kabar atau keberadaan sekarang. Tidak mengirim pesan melalui balasan story. Tapi, lebih mencari nama di kolom kontak lalu mengirim pesan.

Panjangkan umur dan mudahkan urusannya, untuk teman-teman yang masih sedia menyambung tali pertemuan. Baik bertemu mata atau hanya lewat dunia maya.

Berikan waktu yang bermanfaat untuknya, sebab telah meluangkan waktu untuk bertanya kabar teman yang berjauhan. Juga telah meluangkan waktu untuk mengirim atau membalas pesan.

Aamiin paling serius.

Aku sadar, semakin bertambahnya usia aku tidak terlalu banyak memiliki teman. Ditambah lagi, rutinitasku dua tahun belakangan ini hanya ada di rumah atau pergi ke sekolah. Dua tempat itu saja. Teman-teman bisa dihitung jari. Beberapa teman mengajar di sekolah (teman dekat), teman SMP dan SMA yang masih terhubung tapi tidak lebih dari lima orang, teman-teman seperjuangan yang dulu kuliah di Padang, dan beberapa teman yang sudah dekat sejak kecil.

Dari teman yang sedikit itu, aku selalu menyelipkan nama mereka di setiap doa. Bersyukurnya, meski sedikit, tanpa mereka aku akan merasa sepi saat liburan datang. Apalagi lebaran seperti saat ini. Kehadiran mereka setidaknya menggerakkanku untuk keluar dari rumah. Melakukan pertemuan dan bertanya kabar yang sangat bisa dihitung jari karena kesibukan masing-masing.

Dalam seminggu terakhir ini, ada beberapa kali pertemuan dengan teman-teman yang berbeda. H-2 lebaran aku berbuka bersama dengan teman-teman seperjuangan saat kuliah. Tidak banyak dihadiri teman-teman. Sebagian mungkin sibuk atau masih diperantauan. Lebaran ketiga, aku bertemu teman SMPku. Erlin. Kami kerap menghabiskan waktu hanya berdua.

Lebaran keempat, menemui Yulia. Adik kelas saat SMA. Ini pertemuan kedua setelah satu tahun setengah tidak berjumpa. Tulisan tentang Yulia pernah kutulis awal Januari 2021 lalu. Setelah menemui Yulia dengan ngobrol di Al Baik selama tiga jam, aku berpamitan dan mengunjungi rumah Dina. Teman sebangku dua tahun saat SMA. Menanyakan kabar dan tentunya mendengar cerita baru darinya. Sebab lebih nyaman mendengar ia bercerita secara langsung dibandingkan mengirim pesan via WA. Kadang ia jarang membalas pesanku.

Selanjutnya, lebaran kelima, aku nongkrong bersama teman-teman yang sudah dekat sejak kecil. Makan beberapa cemilan dan bersenda gurau. Terpenting, adalah bertemu. Meski satu desa bahkan salah satu temanku berdekatan rumah denganku. Aku jarang menghabiskan waktu bersama.

Dengan teman-teman yang berbeda, juga banyak waktu yang harus disediakan untuk bertemu. Temanku sedikit, tapi ada di mana-mana. Tidak dalam satu tempat atau komunitas tertentu. Bagian ini yang bisa kusyukuri. Semoga tahun depan temanku bertambah lagi. Atau setidaknya meski tidak dekat tapi jika sekali bertemu ada satu kebaikan yang bisa menyelamatkanku untuk menjadi manusia yang lebih baik.

Disekitar kita ada kawan yang selalu hadir sebagai pahlawan

Andrea Hirata

Tidak ada manusia yang bisa hidup sendiri. Ia butuh teman, meski sedikit. ‘Teman’ pun tidak hanya sosok manusia, bisa jadi buku atau binatang peliharaan. []

(Mengganti tulisan dengan saya menjadi aku. Sepertinya lebih nyaman dengan kata ganti “aku” sejak mulai belajar mengisi wattpad. Heheh.)