(Refleksi 2023) Mencintai Kehilangan

Huft. 2023, memang tahun melankolis. Tahun di mana banyak hal yang tidak disukai berubah menjadi hal yang paling berharga sebagai pembelajaran. Apapun yang tidak mengenakkan hati pasti menyimpan hal baik yang akan membentuk diri.

Tahun ini, saya belajar memaknai sebuah kehilangan. Tentang seseorang yang sudah terlanjur saya sayangi, sebagai bagian dari keluarga. Tempat mengaduh resah, tempat bercerita, dan bersenda gurau. Luruh hati saat mendengar suara beliau. Selalu ada hal baik setiap berbincang dan bertukar pikiran.

Namun, entah tanpa sebab, komunikasi kami terputus. Jarak rumah saya dengan beliau terbilang jauh. Lintas daerah. Beberapa kali saya hubungi via telepon, tapi tidak lagi terhubung.

Lagi-lagi, kehilangan.

Bahwa, tiap-tiap kita selalu ada masanya. Mungkin masa saya dengan beliau sudah berakhir. Hanya sampai di sana.

Yang fana adalah waktu, cerita kita abadi

Bersama beliau selalu saja ada gelak tawa. Sosok yang baik, yang selalu ada di masa titik terendah saya dahulu. Menguatkan saya dengan banyak nasihat. Jujurly, saya merasa sangat terbantu dengan kehadiran beliau. Dukungan moril yang tidak mungkin saya bisa membalasnya.

Meski sekarang telah jauh, tidak ada alasan untuk berhenti untuk menyayangi. Beliau selalu ada di dalam hati. Selalu disebut di tiap-tiap doa panjang. Saya selalu ingat obrolan terakhir kami;

Doa orang tua menembus langit. Begitupun doa anak untuk orang tuanya.

Apakah masih ada kesempatan untuk bertemu kembali?

Kangen.

[]

-sambil dengerin lagu Seribu Pelukan di Spotify

Satu pemikiran pada “(Refleksi 2023) Mencintai Kehilangan

Tinggalkan komentar