(Refleksi 2023) Mana Baiknya Allah Saja

Selamat jalan waktu yang sudah banyak berlalu di 2023. Cerita-cerita yang paling berharga dan penuh dengan pembelajaran. Menguatkan, menguji iman, kebahagiaan, pertemuan, dan kesedihan mendalam karena kehilangan.

2023 merupakan tahun yang paling akan saya ingat sepanjang hidup. Ada satu buku diary berwarna merah, di dalamnya ada satu cerita yang paling berharga. Rutin saya tulis setiap waktu, dari bulan Februari hingga 12 Agustus. Satu cerita lengkap, pengalaman pertama, dan sebuah kebahagian yang akhirnya harus selesai sampai di sana dengan begitu saja.

Ada suatu malam, akhir-akhir ini, saya ingin melihat resolusi di tahun sebelumnya di dalam buku itu. Tidak sengaja saya membuka satu halaman terakhir yang membuat saya overthinking sepanjang malam. Sulit memejamkan mata.

Hem.

Dulu, saya tidak percaya mengapa seseorang bisa patah hati begitu mendalam. Tidak percaya seseorang bisa merasa kehilangan teramat besar hingga tidak memiliki nafsu makan dan kesehatan menurun. Dari yang periang menjadi tidak punya tujuan hidup.

Dulu, saya skeptis dan meragukan mengapa seseorang bisa begitu mudah mengakhiri hidup dengan bunuh diri. Masalah besar apa yang gagal mereka tanggung sendiri? Hingga mendahului Tuhan dan memilih menyerah dengan masalah tersebut.

Itu dulu.

2023 ini saya mengalaminya sendiri. Namun, ada satu hal yang masih tersisa. Sejatuh-jatuhnya mental saya, pedihnya hati, runtuh di sana-sini, saya masih takut dengan kematian. Saya belum sanggup pulang dengan amal ibadah yang hanya sedikit ini.

Akhir-akhir ini pun betapa banyak peristiwa bunuh diri mewarnai sosial media kita. Saat membaca itu, saya pun tertegun. Tidak berkomentar apa-apa apalagi men-judge seperti dulu.

Saya pun sadar, dibalik kesedihan mendalam itu, Allah masih sedia hadir di sudut hati saya. Benarlah, iman dan keyakinan dengan Allah, secara tidak langsung menguatkan kita. Dengan berdzikir, setidaknya bisa menahan sedih kita agar tidak terlalu dalam. Meski setelah itu, sesuatu yang nyes di hati kembali datang. Sesuatu yang kosong dan hampa kerap hadir dan memberikan bayang-bayang.

Kita tidak bisa menjamin dan berdoa agar dijauhkan dari segala masalah. Sebab, Allah sudah berkata dari masalahlah iman manusia akan diuji. Jadi, saya memohon dengan-Nya, sebesar apapun masalah, tolong hadir di setiap waktu. Karena dengan Allah-lah, hari yang berat, hati yang tidak kuat, akan bisa tertolong.

Jujurly, saya tidak tahu mengapa, ada rasa deg-degan untuk menjalani 2024 ini. Pun ada rasa penasaran, cerita apalagi yang akan Allah suguhkan. Bakal ada banyak rintangan seperti di 2023 atau malah ada banyak hal bahagia seperti yang diharapkan.

Tapi, sama seperti harapan kita semua, saya berharap 2024 akan menjadi tahun yang lebih baik dari sebelumnya. Tetap menuliskan resolusi dan perencanaan lainnya.

–Perihal Impian

Setelah pulang dari Kelas Salaam Summit, ada semacam harapan dan doa paling dalam.

“Kira-kira masih punya kesempatan kuliah lagi tidak ya?”

“Kira-kira udah seusia ini masih ada kesempatan untuk mengembangkan diri lagi tidak ya?”

Saya mengalami di mana saya sedang meragukan apa yang sedang saya jalani saat ini. Disaat banyak orang memiliki pekerjaan dan tetap bisa mengembangkan dirinya dengan baik, sedangkan saya belum bisa menggapai itu karena beberapa hal.

Saya mengalami semacam kapan bisa merasakan wisuda dengan sakral karena mengingat saat saya lulus kuliah itu bertepatan dengan datangnya pandemi Covid-19.

Pun saya mengalami semacam rasa cemburu saat ada banyak teman telah selesai S2/S3 nya, bisa mengikuti PPG dan semacamnya. Sedangkan saya hanya bisa jalan di tempat.

Dua minggu liburan sekolah akhir Desember ini, menjadi momen saya untuk merenung dan merencanakan sesuatu. Tapi, saya tidak berharap banyak apa yang ingin saya capai. Saya ingin menjalani 2024 dengan tidak terlalu mengebu-gebu. Tapi, ada satu hal yang ingin digapai. Atau tepatnya, ingin dicoba untuk dipelajari selama satu tahun ini. Kemudian, 2025 saya akan melihat apakah ada bayang-bayang lebih jelas tentang impian saya dan kemana arah tujuan saya dalam pendidikan dan pekerjaan.

Tapi, saya menyadari, rasa lelah selepas pulang bekerja membuat saya tumbang selepas Isya. Tidak punya tenaga lagi untuk belajar atau mengembangkan diri otodidak di malam hari. Begitupun, habit yang ingin di bangun gagal berantakan karena rasa lelah. Entahlah, di tahun 2024. Akan sama seperti ini atau ada tekad yang lebih kuat untuk membuat saya istiqomah.

–Perihal Pertemanan

Seiring waktu, circle pertemanan semakin menyempit. Teman yang masih dibersamakan bisa dihitung jari. Pun teman lama yang masih terhubung apalagi. Begitulah, teman sejati itu diri kita sendiri.

Beberapa teman sudah sibuk dengan kehidupan barunya. Ada yang telah menikah, pergi merantau, dan lainnya. Tapi, kebanyakan telah menikah. Secara tidak langsung, teman yang telah menikah dan kita yang masih singelillah (seperti saya) akan ada sesuatu yang berbeda. Baik waktu bersama maupun dari segi obrolan. Hem. Tapi, sebenarnya ini bukan sebuah kendala sih untuk tetap nyambung dan sefrekuensi. Hanya saja waktu memang menjadi hal yang berbeda. Karena prioritas bukan lagi teman tapi pasangan. Hihihi.

Saya ingat sebuah perkataan dari seorang teman, Uni Dwi namanya.

“Yun, teman yang sebenar-benarnya itu ya pasangan hidup.”

Dari segi pertemanan, saya kerap merefleksikan diri. Karena ada masa di mana, apa yang diharapkan kerap membuat saya merasa kecewa. Di sana saya menyadari, di mana letak kesalahan saya. Baik dari segi memahami pertemanan, siapa yang harus lebih memahami. Lalu, saat saya masuk ke circle sebuah pertemanan, apakah saya bisa tetap menjadi diri sendiri?

Juga, terkadang, saya merasa lebih nyaman ke mana-mana sendiri. Tapi, di bagian lain, saya lebih nyaman bersama teman-teman. Memang memahami diri sendiri itu butuh waktu yang panjang. Saya sangat berterima kasih dengan teman-teman yang telah menyayangi saya dengan tulus. Sudi menerima segala sifat aneh dan kekurangan saya. Saya yang kadang memang mudah moodyan soal waktu.

Salah satu kenikmatan berteman adalah, jika seorang teman bisa membawa energi baik untuk kita. Apalagi menjadi support system dari segi apapun. Teman bermimpi, teman bertukar pendapat, bahkan teman beribadah.

— Pasangan

Wkwkw

Ini pembahasan yang sekarang sulit untuk dibahas. Hihihi. 2024 besok saya tidak tahu jodoh akan didekatkan atau belum sama sekali. Untuk soal pasangan saya angkat tangan dan menyerahkan sepenuhnya dengan Allah.

Bukan perihal mati rasa karena pernah kecewa tentang ini, tapi lebih ke;

“Mana baiknya Allah saja.”

Semoga Allah mempertemukan saya dengan sebenar-benarnya jodoh saya. Bukan lagi tentang come and go. Bukan yang datang hanya singgah dan penasaran belaka. Please. Yang dihadapi ini manusia punya hati. Jadi, mohon jangan main-main. (Wkwkw). Seorang partner hidup yang menjadi support system dalam membangun hidup bersama dunia dan akhirat.

Sebuah aamiin yang paling mendalam.

Juga menikah bukan perihal siapa yang paling duluan. Tapi, tentang kesabaran menunggu sampai dipertemukan. Memang sih, saat teman-teman kita semua telah menemukan jodohnya, di sana saya berpikir kira-kira siapa jodoh saya ya. Tapi, mana mungkin juga jodoh datang secepat kilat turun dari langit. Semua butuh proses dan kehati-hatian. Hem.

–Media Sosial dan Blog

Ada rasa lelah dan jenuh saat melihat sosial media akhir-akhir ini. Postingan teman-teman yang lulus P3K, menikah, wisuda, dan sebagainya membuat saya menjadi tidak berarti. Huft.

Lemah sekali Yunita ini ya.

Semakin banyak saya membaca quotes patah hati, semakin sulit saya melepas diri dari bayang-bayang masa lalu. Oleh karena itu, saya ingin mencoba untuk puasa instagram. Hem. Kira-kira bisa tidak ya?

Semoga bisa. Dimulai dari 2024 besok. Sebenarnya dari dua minggu yang lalu sudah mulai mengurangi membuka instagram @yuniitaaa98. Semoga awal tahun besok lebih istiqomah. Lebih privat. No update-update story. Simpan saja poto terbaik di memori HP.

Juga saya berharap segala cerita yang ingin segera ditulis, tidak lagi saya posting di story instagram. Tapi, lebih ke blog Ruang Bercerita saja dan membagikan segala potret-potretnya di sini. Ruang aman untuk bercerita apa saja.

–Harapan

moodbooster senin-jumat

Semoga 2024 menjadi tahun yang lebih menyenangkan, banyak cerita, banyak dipertemukan teman-teman baru yang membawa kebaikan. Serta, orang tua yang sehat dan bahagia. Pun, semoga doa ibu untuk saya Allah perkenankan di 2024.

Semoga dijauhkan dari orang-orang yang zalim, penuh dengki, dan tidak menyukai kita. Pun, semoga saya bisa menjadi pribadi yang lebih baik. Tetap stay privat untuk kehidupan pribadi. Semoga.

Akhir cerita,

Semoga kegagalan di 2023 akan menjadi sebuah keberhasilan di 2024. Segala pertanyaan yang belum terjawab di 2023, Allah beri jawabannya di 2024.

2023 bener-bener ngasih tahu kalau tugas kita sebagai manusia adalah bertahan. Mau gimana pun takdirnya dijalani aja. Dibisa-bisain dan dikuat-kuatin.

Instagram//dnquote

[]

(Refleksi 2023) Bersyukur dengan Sadar

Dari sekian banyak alur 2023 yang sudah dijalani, tidak ada alasan untuk tidak bersyukur atas segala yang terjadi. Kadang, ada semacam alur berantai.

“Kalau tidak karena itu. Mungkin tidak akan terjadi seperti ini.”

Meskipun konotasi kalimat ini, bisa tentang hal baik atau hal yang dirasa tidak baik.

Misalnya,

“Kalau kita tidak dipertemukan waktu itu. Mungkin saya tidak merasakan patah hati yang sakitnya belum pulih hingga hari ini.”

Hiks.

Saya merasa 2023 ada beberapa cerita yang bermula dari alur berantai. Dari masa lalu, atau masa sekarang yang membuat kita bisa menggapai sesuatu.

Awal Mei 2023, untuk pertama kalinya saya menginjakkan kaki ke Jawa (Solo dan Yogyakarta). Serta untuk pertama kalinya menaiki pesawat. Hihihi. Ada pekerjaan di sekolah yang telah saya lakukan dan qodarullaah salah satu murid yang mengikuti program sekolah yang saya ketuai itu berhasil menerima prestasi di bidang literasi. Hingga, akhirnya saya diajak oleh kepala sekolah untuk pergi ke Solo menghadiri Festival Literasi dari Nyalanesia.

Tahun 2022, saya punya satu impian, saya ingin ke Jakarta atau Yogyakarta. Tapi, tidak dengan uang sendiri. Saya rasa dengan gaji saya yang biasa-biasa saja, tidak cukup untuk membiayai perjalanan itu. Kecuali, menabung dengan niat yang kuat berbulan-bulan.

Tapi, ternyata, setelah berhasil melalui satu masalah terbesar dalam hidup saya, –di 2023– Allah mengantarkan saya untuk sejenak melihat dunia luar. Saya pikir, Allah sedang memberi hadiah terbaiknya selepas apa yang sudah saya lalui. Alhamdulillaah.

Dari momen perjalanan bersama kepala sekolah, saya semakin mengagumi beliau secara personal. Keshalihannya, kebaikannya, beberapa ujian dalam memimpin, dan masih banyak lagi. Tapi, saya punya prinsip, teman secara personal dan teman kerja itu berbeda. Saya lebih menyukai teman secara personal yang tidak menyangkut-pautkan dengan pekerjaan. Hihihi.

Sepanjang di perjalanan itu, saya benar-benar menikmatinya. Sesekali mencoba menghafal alur check in di bandara dan cara melihat nomor kursi pesawat. Momen ini saya benar-benar tidak tahu. Pengalaman berharga sih. Dalam hati saya bergumam,

“Hem, nanti kalau entah dari mana takdirnya, kalau pergi sendirian harus sudah tahu cara-caranya. Supaya tidak ndeso banget.”

Hehehe.

Tapi, kepala sekolah berkata,

“Yunita, jangan pergi sendirian. Kalau bisa ada temannya.”

“Suami.”

Sejak dahulu, saya ingin sekali ke Jawa. Bagaimana rasa dan suasananya. Ada satu impian, ingin sekali bisa kuliah lagi di Jawa. Tapi, sampai hari ini, mimpi itu belum bisa digapai.

Namun, saya bersyukur, Allah telah menghantarkan saya untuk melihat rumah-rumah penduduk yang mayoritas menggunakan genteng itu. Beda dengan kampung saya di Curup, Bengkulu. Mayoritas atap rumah menggunakan seng.

Cerita selanjutnya, akhir September, di mana saya benar-benar terpuruk karena patah hati. Berulangkali saya berkata dengan diri sendiri.

“Jangan hancur ya. Harus kuat. Meskipun sulit sekali untuk melapangkan hati.”

Secara tidak sengaja saya melihat satu postingan ajakan mengikuti Kelas Salaam Summit di instagram dan di hari terakhir saya mencoba untuk mendaftarkan diri dengan mengisi essay dengan berbagai pertanyaan tentang keberagaman dan toleransi.

Dengan niat terbesar untuk menyibukkan diri. Agar saya tidak terlalu terpuruk dibayang-bayangi kenangan. Serta hal yang tidak bisa digapai bersama seseorang yang telah terlanjur disayang dengan dalam.

Yang paling speechless adalah batas usia pendaftaran maksimal berusia 25 tahun. Usia saya telah mentok di sana. Ternyata, saya masuk menjadi 100 peserta yang akan mengikuti kelas zoom selama 2 minggu (5 pertemuan). Ada satu hari, saya izin tidak masuk kerja. Demi mengikuti Kelas Salaam Summit ini. Sebab, ada satu penilaian kehadiran, keaktifan, dll yang akan menjadi pertimbangan untuk menjadi 30 peserta yang akan diberangkatkan ke Yogyakarta mengikuti kelas Offline. Saya tergiur dan merasa tertantang dengan prinsip,

“Coba aja dulu. Pake maksimal.”

Kelas online dimulai, saya benar-benar insecure dengan peserta yang masih muda dan masih aktif kuliah. Lengkap dengan public speaking dan pengetahuan yang luar biasa. Ada rasa tidak percaya diri. Pun peserta yang seramai itu pasti kesempatan untuk bertanya sangat sedikit sekali. Karena masing-masing dari mereka saling menunjukkan keaktifan tersendiri. Saya punya akal, akhirnya saya aktif dan sibuk nimbrung di kolom chat zoom. Hihih.

Namun, di tengah jalan, saya kembali down. Di sela saya mengikuti zoom, tiba-tiba ada sesuatu yang nyes di dalam hati. Saya kembali teringat atas sesuatu yang telah patah. Saya tidak bisa konsentrasi. Huhuhu, saya benar-benar merasa menjadi perempuan bodoh karena itu. Gagal mengendalikan diri. Gagal melapangkan hati. Dihujam masa lalu setiap hari.

Menangis.

Tapi, jika saya berhenti mengikuti zoom, saya telah mengorbankan satu hari saya untuk tidak pergi bekerja. Juga hanya 2 hari lagi kelas zoom berakhir. Sayang kalau harus berhenti sampai di sini.

“Bisa yuk. Kuat yuk. Siapa tahu Allah akan menghantarkan Yunita ke Jogja lagi sebagai obat patah hati. Hihihi, lumayan kan, dua kali patah hati, dua kali ke Jogja gratis.”

Konyol.

Kelas Salam Summit via online berakhir juga. Saya lalui dengan tertatih-tatih. Semangat belajar dengan suasana diri lagi terpuruk itu nano-nano sekali rasanya. Sedang mendengarkan narasumber berbicara, tiba-tiba pikiran melayang-layang ke masa lalu. Begitu seterusnya. Sungguh, ini cobaan dua puluh lima tahun. Pertama kalinya seperti ini. Hihihi. Semoga 2024 pulih seperti sedia kala.

Kelas Salaam Summit via online ini dibagi menjadi beberapa kelompok dengan dibimbing oleh satu kakak fasilitator. Saya bersyukur dipertemukan dengan kakak fasil yang sangat menginspirasi. Setiap saya membaca postingannya di instagram, seperti ada semangat baru untuk diri saya. Namanya, Kak Santi.

Satu minggu kemudian masuk satu email dari Indika Foundation. Saya buka email ini di sekolah setelah mengawas anak-anak shalat dhuha. Masyaa Allaah. Saya menerawang jauh ke belakang. Dahulu, saat masih kuliah di semester 6 atau 7, saya pernah mencoba ikut kegiatan ini yang tepatnya di Jakarta. Namun, saya gagal. Lalu, empat tahun kemudian, kegiatan yang hampir serupa datang menghampiri saya.

Sesungguhnya, tiap-tiap kita selalu ada waktunya.

Akhirnya, saya ke Jogja kembali. Tiga hari tidak masuk kerja. Tapi, kesempatan seperti ini belum tentu datang untuk kedua kalinya. Saya bersyukur di usia 25 tahun ini, Allah masih memberikan ruang untuk bertemu teman baru. Belajar lagi yang materinya masih terkait dengan kegiatan selama kuliah dulu. Pun saya bersyukur untuk diri saya yang tiga tahun terakhir stagnan di kampung sendiri. Namun, masih memiliki pekerjaan untuk menghidupi diri.

Banyak hal yang sudah saya peroleh di sana. Ilmu baru, bertemu tokoh-tokoh hebat, dan teman baru. Terimakasih banyak Kelas Salaam Summit. Pengalaman berharga di 2023. Tidak pernah ada bayangan bahwa akan ke Jogja dua kali di tahun yang sama untuk ukuran saya yang biasa-biasa saja ini.

Ketemu Mbak Kalis dan Pak Lukman Hakim
Bersama Kak Santi
Sebelah kiri, Azizah dari Riau. Sebelah kanan Mbak Nadia dari Jawa (lupa jawa mana)

Di akhir acara, masing-masing peserta membuat surat kecil untuk dikirim ke peserta lainnya. Ada satu surat yang kalimatnya membuat saya terharu. Pun, ternyata, saya juga mengirim surat untuk beliau. Hihihi.

Surat dari Kak Misbah
Surat dari Kak Santi

Surat dari Kak Santi, langsung jlep di dalam hati. Semangat menjalani semua mimpi dan kebaikan yang kamu percaya. Kalimat ini semacam alarm untuk diri saya.

“Yunita, hatimu boleh patah karena seseorang. Karena dalam hidup ini, kita tidak bisa mengendalikan sikap seseorang atas kita. Tapi, di bagian lain, masih ada yang bisa kita kendalikan. Semua mimpi dan kebaikan yang kita percaya.”

“Kalau masih dibayang-bayangi masa lalu, bersabarlah. Insyaa Allaah, waktu akan menyembuhkan dengan cara sendirinya. Biar alam bekerja. Mungkin saat ini Allah masih ingin melihat sejauh mana Yunita bertahan. Sakit, bangkit. Begitu seterusnya.”

Kalau memang begitu ceritanya, jadikanlah rasa sakit itu sebagai penggugur dosa. Sebab, hidup ini hanya tempat singgah sementara. Patah hati, ada surga di pelupuk mata. Hihihi.

Banyak hal yang harus disyukuri secara sadar. Hal-hal kecil hingga hal terbesar. Selalu ada kemudahan dibalik kesulitan. Selalu ada hikmah di setiap yang patah. Meski, ada satu yang belum bertemu hikmahnya, semoga di 2024 hikmah dan jawaban itu tertera dengan jelas.

Tidak semua hal sulit yang datang, langsung disegerakan kemudahannya. Tidak semua pertanyaan, selalu bisa dijawab saat itu juga.

Semangat, Yunita.

[]

(Refleksi 2023) Mencintai Kehilangan

Huft. 2023, memang tahun melankolis. Tahun di mana banyak hal yang tidak disukai berubah menjadi hal yang paling berharga sebagai pembelajaran. Apapun yang tidak mengenakkan hati pasti menyimpan hal baik yang akan membentuk diri.

Tahun ini, saya belajar memaknai sebuah kehilangan. Tentang seseorang yang sudah terlanjur saya sayangi, sebagai bagian dari keluarga. Tempat mengaduh resah, tempat bercerita, dan bersenda gurau. Luruh hati saat mendengar suara beliau. Selalu ada hal baik setiap berbincang dan bertukar pikiran.

Namun, entah tanpa sebab, komunikasi kami terputus. Jarak rumah saya dengan beliau terbilang jauh. Lintas daerah. Beberapa kali saya hubungi via telepon, tapi tidak lagi terhubung.

Lagi-lagi, kehilangan.

Bahwa, tiap-tiap kita selalu ada masanya. Mungkin masa saya dengan beliau sudah berakhir. Hanya sampai di sana.

Yang fana adalah waktu, cerita kita abadi

Bersama beliau selalu saja ada gelak tawa. Sosok yang baik, yang selalu ada di masa titik terendah saya dahulu. Menguatkan saya dengan banyak nasihat. Jujurly, saya merasa sangat terbantu dengan kehadiran beliau. Dukungan moril yang tidak mungkin saya bisa membalasnya.

Meski sekarang telah jauh, tidak ada alasan untuk berhenti untuk menyayangi. Beliau selalu ada di dalam hati. Selalu disebut di tiap-tiap doa panjang. Saya selalu ingat obrolan terakhir kami;

Doa orang tua menembus langit. Begitupun doa anak untuk orang tuanya.

Apakah masih ada kesempatan untuk bertemu kembali?

Kangen.

[]

-sambil dengerin lagu Seribu Pelukan di Spotify

(Refleksi 2023) Perihal Patah Hati, Saya adalah Pemula

Kurang dari seminggu, segala cerita di 2023 akan berlalu. Tidak ada kabar baru dari masa lalu, pun tidak ada kabar pasti dari masa depan. Hidup memang misteri dan penuh kejutan. Dan sebaik-baik perencanaan, ada rencana yang lebih indah dari sang pemilik kehidupan. Allah.

Kawan, tahun ini, 2023, adalah tahun yang paling membuat saya speechless atas segala yang Allah sajikan. Ada cerita yang sama sekali tidak bisa saya kendalikan mengapa ia datang membawa banyak kesedihan.

Saya pikir, 2023 akan menjadi tahun yang sama seperti sebelumnya. Jika tidak ada pencapaian, minimal ia tidak seburuk tahun yang lalu. Tapi, ternyata, tahun ini adalah tahun yang banyak memberi pembelajaran. Mungkin, bisa saja, pembelajaran untuk membentuk diri saya menjadi perempuan tangguh di usia dua puluh lima.

Hem. Sekarang, usia saya sudah menginjak dua puluh lima tahun lebih enam bulan. Tahun 2024 sudah beranjak menuju dua puluh enam. Usia akan terus bertambah seiring bertambahnya tahun-tahun yang dijalani kita semua.

Nah, di usia dua puluh lima di 2023 ini, sepertinya Allah sungguh ingin membentuk diri saya menjadi super women yang dilatih untuk kuat apapun caranya. Tapi, yakinlah, sebesar apapun cobaan Allah, saya belum merasa menjadi pribadi yang kuat, tangguh, dan baik-baik saja saat berita buruk singgah.

Menjadi kuat mungkin harus ditempah di waktu yang panjang. Tidak bisa hanya sekali.

Januari, saya berhasil mengikuti challenge #30haribercerita. Tuntas saya isi dengan banyak cerita selama 30 hari. Followers instagram saya yang hanya 700 an, berubah menjadi 900 sekian. Banyak cerita, bertambah pula pertemanan di media sosial dengan mereka yang satu frekuensi.

Bisa dibilang, Januari 2023 merupakan awal bulan di tahun baru yang menyenangkan. Pun sejumlah perencanaan sudah dicanangkan sedemikian rapi. Berharap tahun ini akan menjadi tahun yang indah, penuh cerita, dan buku diary bisa terisi penuh hingga halaman terakhir.

Cerita yang penuh dengan warna ketangguhan pun datang di minggu pertama bulan Februari. Dari bulan ini, Allah menyuguhkan satu cerita yang sama sekali tidak pernah ada dalam bayangan hidup saya selama dua puluh lima tahun. Cobaan Allah yang paling berat, dari segala banyak cobaan yang sudah saya tempuh.

Bingung, hampa, takut, terkejut, semua mendadak kosong dan tidak tahu apa yang harus saya lakukan untuk menghadapinya. Setiap hari berurai air mata, tidak punya selera makan, sulit tidur, dan hampir satu bulan penuh saya batuk kering yang membuat dada saya sakit karena tekanan batuk yang datang tiba-tiba.

Enam hari absen dari tempat kerja. Bolak-balik ke Jambi. Tapi, semua tidak menyelesaikan masalah. Semakin hari, ketakutan semakin besar datang. Saya sebagai anak perempuan pertama dalam keluarga, posisi saya benar-benar diuji Allah.

Di titik terpuruk itu, saya sadar, orang tua adalah titipan Allah. Saya sebagai anak tidak pernah tahu akan dilahirkan dari orang tua seperti apa. Juga tidak bisa memilih akan dibesarkan dari keluarga yang seperti apa. Masalah keluarga, sungguh, menjadi pembelajaran paling berharga yang menguji iman saya.

Kepada siapa saya layak untuk bersandar?

Disaat itu, saya ingat, bahwa hidup kita hanyalah sementara. Masalah yang besar, apapun akhirnya nanti, kita wajib melaluinya dengan berbesar hati. Berserah kepada Allah. Dia tidak akan mungkin memberikan cobaan kepada manusia, jika manusia itu sendiri tidak mampu melaluinya.

Sepanjang malam, saya berdoa dengan air mata yang tidak pernah berkurang meski tiap hari selalu mengalir di sudut mata. Saya meminta satu kali kesempatan kepada Allah, mohon kabulkan doa yang sangat dalam ini.

Hingga di waktu yang paling mendesak, di titik akhir masalah keluarga yang tengah saya hadapi. Jlep. Allah mengabulkan segala permohonan saya. Memberikan satu kali kesempatan yang paling berharga dari apa pun.

Satu ujian telah terlewati. Sangat berarti. Penuh pembelajaran. Dan tidak ada yang tahu, kecuali keluarga terdekat dan satu dua teman. Mungkin beberapa tetangga, namun, mereka memilih bungkam dan tidak banyak bertanya kepada saya.

Jalan hidup memang penuh misteri. Tidak ada firasat bahwa saya akan melalui cerita yang sedemikian epik konfliknya. Tidak ada firasat pun bahwa saya akan menghadapi sesuatu di luar kendali saya.

Saya sebagai manusia biasa. Hanyalah lakon yang segala ceritanya banyak dikendalikan Allah. Namun, Allah memberikan banyak daya dan kekuatan. Kembali lagi dengan saya, apakah saya berhasil menemukan kekuatan itu untuk tetap bertahan sesulit apapun medan kehidupan?

Selanjutnya, ada satu cerita lagi yang penuh dengan pembelajaran. Perihal patah hati, saya benar-benar pemula.

Di sini, sekali lagi, saya tidak bisa mengendalikan sikap orang lain terhadap saya. Apa yang ada dalam diri saya, biarlah ia yang menilai. Suka atau tidak. Nyaman atau tidak. Semuanya di luar kendali.

Begitupun dengan saya. Saya bisa mengendalikan perasaan saya untuk menyayangi seseorang atau tidak. Memberikan feedback yang baik atau tidak saat seseorang menyayangi saya.

Tapi, ternyata, saat saya mencoba belajar untuk menyayangi dan meyakini, semua harus patah begitu saja. Patah disaat semua keyakinan sudah terbentuk dari tiap sholat hajat yang dilakukan sebelum tidur.

Patah disaat tidak ada alasan yang begitu jelas untuk saya terima. Hanya bisa mengira-ngira dan itu semua tidak membuat saya bisa menerima dengan mudah. Sulit. Bahkan sampai hari ini.

Hem. Tapi, bukankah di sepanjang sholat hajat ada satu doa khusus paling dalam yang disuguhkan ke Allah?

Bisa jadi inilah jawabannya. Meski waktunya tidak tepat. Bagi saya.

Pasca itu, kesehatan saya mulai menurun, semangat berkurang bahkan hilang begitu saja. Di sepanjang jalan –pulang pergi– ke tempat kerja, dibayang-bayang oleh kenangan. Sakit. Sakitnya, bukan tentang amarah dan dendam. Tapi, sakit yang membuat hati saya tidak baik seperti dulu. Tenang dan lapang.

Kangen. Kangen saya yang dulu.

Apapun kondisinya, tetaplah jadi perempuan yang baik, rasa kecewa dan rasa sakit, tidak boleh merubahmu menjadi perempuan jahat.

Instagram//@abouthify

Tiap hari, saya meyakinkan diri. Bahwa segala sesuatu yang terjadi sudah tentu ada hikmahnya. Ada sesuatu yang sedang Allah rencanakan. Hem. Tapi, memang butuh waktu untuk menerima segala yang terjadi. Selama 40 malam saya menenangkan diri dengan terus shalat hajat dan berzikir sebanyak mungkin. Menulis perasaan saya setiap hari selama 40 hari di dalam diary.

Tapi, sampai hari ini, telah empat bulan berlalu, masih tertatih-tatih saja rasanya. Hihih. Mungkin sebab tulus, hingga butuh waktu lama untuk pulih kembali.

Kita semua pernah salah langkah. Pernah salah ambil keputusan. Pernah salah merespon keadaan. Mungkin, karena kita belum tahu. Namanya juga proses. Kita tidak boleh berhenti belajar di setiap momennya.

Instagram//@dzikipratama__

Semua butuh waktu untuk menelaah semua cerita yang tidak mengenakkan hati. Tidak ada hidup yang demikian datar untuk dijalani. Apapun yang sudah terjadi –saya rasa– saya sudah berusaha menjadi fase terkuat hari ini. Pun, saya banyak belajar, apapun yang orang lakukan dengan kita secara tidak baik, itu tanggungjawab Allah dengan segala Maha Baik-Nya.

Semoga di 2024 segala hikmah nampak adanya. Bahagia lahir dari segala duka. Pelangi muncul dengan indah. Not my best year, but i learned lot.

[]

Jalur Langit

Pernah ada di momen, bahwa tidak ada yang bisa diandalkan selain Allah. Sama sekali tidak punya apa-apa, selain semuanya titipan Allah. Yang sewaktu-waktu Ia ambil lagi dari dalam pelukan.

Pernah ada di momen, bahwa saat kita dilahirkan ke dunia, orang tua hanya titipan Allah. Ada saat kita harus tetap berdiri, kuat, tanpa ada bantuan. Selain pertolongan Allah.

Pernah ada di momen, bahwa rebahan dan mudah terlelap untuk tidur adalah hal yang paling disyukuri. Di saat ingin tidur, tapi pikiran berputar-putar entah kemana. Mata enggan terpejam, sedang detak jantung mengalahkan putaran jam di tengah malam.

Pernah ada di momen, bahwa punya nafsu makan adalah hal yang paling disyukuri. Di saat kita sama sekali tidak mau makan hingga 12 jam lebih lamanya. Hanya masalah yang berat, sesuap nasi luput dari tubuh yang memiliki hak untuk tetap sehat.

Pernah ada di momen, di sudut kamar yang paling nyaman untuk bersandar, di hari-hari yang gelap tanpa harapan. Di sisa-sisa suara yang masih tersisa. Ada satu kalimat, di mana Allah terasa lebih dekat dari urat nadi kita. “Jika masih ada kesempatan sekali lagi, bolehkah berharap lebih?”

Lalu, entah dari mana perencanaan-Nya, Allah menyelipkan satu kalimat dari manusia baik pilihan-Nya. “Yang menguatkan kita hanyalah iman kepada Allah.”

Allah perintahkan untuk melepaskan apa yang memang menjadi titipan. Allah uji berapa besar kadar kepasrahan. Keikhlasan. Ketabahan. Juga kesabaran. Lalu, Allah kembalikan titipan-Nya lagi. Ditambah dengan pertemuan dan kedekatan dengan manusia-manusia baik yang memberi pembelajaran.

Benarlah, yang memang menjadi takdir tidak akan pernah melewatkan kita. Pun segala yang dijalani selalu ada campur tangan Allah. Mana yang memberi kebahagiaan. Mana yang hanya sebatas pengalaman. Juga bagian mana  yang hanya menjadi selingan. Agar hidup yang rumit ini tidak harus dijalani dengan satu arah. Satu cerita. Atau satu orang yang sama.

“Tidaklah mungkin matahari mengejar bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing beredar menurut garis edarnya.” [36:40]

Selamat merayakan hari keikhlasan dan pertambahan usia. Di Idul Adha. Bulan dua nabi mulia.