(Refleksi 2023) Perihal Patah Hati, Saya adalah Pemula

Kurang dari seminggu, segala cerita di 2023 akan berlalu. Tidak ada kabar baru dari masa lalu, pun tidak ada kabar pasti dari masa depan. Hidup memang misteri dan penuh kejutan. Dan sebaik-baik perencanaan, ada rencana yang lebih indah dari sang pemilik kehidupan. Allah.

Kawan, tahun ini, 2023, adalah tahun yang paling membuat saya speechless atas segala yang Allah sajikan. Ada cerita yang sama sekali tidak bisa saya kendalikan mengapa ia datang membawa banyak kesedihan.

Saya pikir, 2023 akan menjadi tahun yang sama seperti sebelumnya. Jika tidak ada pencapaian, minimal ia tidak seburuk tahun yang lalu. Tapi, ternyata, tahun ini adalah tahun yang banyak memberi pembelajaran. Mungkin, bisa saja, pembelajaran untuk membentuk diri saya menjadi perempuan tangguh di usia dua puluh lima.

Hem. Sekarang, usia saya sudah menginjak dua puluh lima tahun lebih enam bulan. Tahun 2024 sudah beranjak menuju dua puluh enam. Usia akan terus bertambah seiring bertambahnya tahun-tahun yang dijalani kita semua.

Nah, di usia dua puluh lima di 2023 ini, sepertinya Allah sungguh ingin membentuk diri saya menjadi super women yang dilatih untuk kuat apapun caranya. Tapi, yakinlah, sebesar apapun cobaan Allah, saya belum merasa menjadi pribadi yang kuat, tangguh, dan baik-baik saja saat berita buruk singgah.

Menjadi kuat mungkin harus ditempah di waktu yang panjang. Tidak bisa hanya sekali.

Januari, saya berhasil mengikuti challenge #30haribercerita. Tuntas saya isi dengan banyak cerita selama 30 hari. Followers instagram saya yang hanya 700 an, berubah menjadi 900 sekian. Banyak cerita, bertambah pula pertemanan di media sosial dengan mereka yang satu frekuensi.

Bisa dibilang, Januari 2023 merupakan awal bulan di tahun baru yang menyenangkan. Pun sejumlah perencanaan sudah dicanangkan sedemikian rapi. Berharap tahun ini akan menjadi tahun yang indah, penuh cerita, dan buku diary bisa terisi penuh hingga halaman terakhir.

Cerita yang penuh dengan warna ketangguhan pun datang di minggu pertama bulan Februari. Dari bulan ini, Allah menyuguhkan satu cerita yang sama sekali tidak pernah ada dalam bayangan hidup saya selama dua puluh lima tahun. Cobaan Allah yang paling berat, dari segala banyak cobaan yang sudah saya tempuh.

Bingung, hampa, takut, terkejut, semua mendadak kosong dan tidak tahu apa yang harus saya lakukan untuk menghadapinya. Setiap hari berurai air mata, tidak punya selera makan, sulit tidur, dan hampir satu bulan penuh saya batuk kering yang membuat dada saya sakit karena tekanan batuk yang datang tiba-tiba.

Enam hari absen dari tempat kerja. Bolak-balik ke Jambi. Tapi, semua tidak menyelesaikan masalah. Semakin hari, ketakutan semakin besar datang. Saya sebagai anak perempuan pertama dalam keluarga, posisi saya benar-benar diuji Allah.

Di titik terpuruk itu, saya sadar, orang tua adalah titipan Allah. Saya sebagai anak tidak pernah tahu akan dilahirkan dari orang tua seperti apa. Juga tidak bisa memilih akan dibesarkan dari keluarga yang seperti apa. Masalah keluarga, sungguh, menjadi pembelajaran paling berharga yang menguji iman saya.

Kepada siapa saya layak untuk bersandar?

Disaat itu, saya ingat, bahwa hidup kita hanyalah sementara. Masalah yang besar, apapun akhirnya nanti, kita wajib melaluinya dengan berbesar hati. Berserah kepada Allah. Dia tidak akan mungkin memberikan cobaan kepada manusia, jika manusia itu sendiri tidak mampu melaluinya.

Sepanjang malam, saya berdoa dengan air mata yang tidak pernah berkurang meski tiap hari selalu mengalir di sudut mata. Saya meminta satu kali kesempatan kepada Allah, mohon kabulkan doa yang sangat dalam ini.

Hingga di waktu yang paling mendesak, di titik akhir masalah keluarga yang tengah saya hadapi. Jlep. Allah mengabulkan segala permohonan saya. Memberikan satu kali kesempatan yang paling berharga dari apa pun.

Satu ujian telah terlewati. Sangat berarti. Penuh pembelajaran. Dan tidak ada yang tahu, kecuali keluarga terdekat dan satu dua teman. Mungkin beberapa tetangga, namun, mereka memilih bungkam dan tidak banyak bertanya kepada saya.

Jalan hidup memang penuh misteri. Tidak ada firasat bahwa saya akan melalui cerita yang sedemikian epik konfliknya. Tidak ada firasat pun bahwa saya akan menghadapi sesuatu di luar kendali saya.

Saya sebagai manusia biasa. Hanyalah lakon yang segala ceritanya banyak dikendalikan Allah. Namun, Allah memberikan banyak daya dan kekuatan. Kembali lagi dengan saya, apakah saya berhasil menemukan kekuatan itu untuk tetap bertahan sesulit apapun medan kehidupan?

Selanjutnya, ada satu cerita lagi yang penuh dengan pembelajaran. Perihal patah hati, saya benar-benar pemula.

Di sini, sekali lagi, saya tidak bisa mengendalikan sikap orang lain terhadap saya. Apa yang ada dalam diri saya, biarlah ia yang menilai. Suka atau tidak. Nyaman atau tidak. Semuanya di luar kendali.

Begitupun dengan saya. Saya bisa mengendalikan perasaan saya untuk menyayangi seseorang atau tidak. Memberikan feedback yang baik atau tidak saat seseorang menyayangi saya.

Tapi, ternyata, saat saya mencoba belajar untuk menyayangi dan meyakini, semua harus patah begitu saja. Patah disaat semua keyakinan sudah terbentuk dari tiap sholat hajat yang dilakukan sebelum tidur.

Patah disaat tidak ada alasan yang begitu jelas untuk saya terima. Hanya bisa mengira-ngira dan itu semua tidak membuat saya bisa menerima dengan mudah. Sulit. Bahkan sampai hari ini.

Hem. Tapi, bukankah di sepanjang sholat hajat ada satu doa khusus paling dalam yang disuguhkan ke Allah?

Bisa jadi inilah jawabannya. Meski waktunya tidak tepat. Bagi saya.

Pasca itu, kesehatan saya mulai menurun, semangat berkurang bahkan hilang begitu saja. Di sepanjang jalan –pulang pergi– ke tempat kerja, dibayang-bayang oleh kenangan. Sakit. Sakitnya, bukan tentang amarah dan dendam. Tapi, sakit yang membuat hati saya tidak baik seperti dulu. Tenang dan lapang.

Kangen. Kangen saya yang dulu.

Apapun kondisinya, tetaplah jadi perempuan yang baik, rasa kecewa dan rasa sakit, tidak boleh merubahmu menjadi perempuan jahat.

Instagram//@abouthify

Tiap hari, saya meyakinkan diri. Bahwa segala sesuatu yang terjadi sudah tentu ada hikmahnya. Ada sesuatu yang sedang Allah rencanakan. Hem. Tapi, memang butuh waktu untuk menerima segala yang terjadi. Selama 40 malam saya menenangkan diri dengan terus shalat hajat dan berzikir sebanyak mungkin. Menulis perasaan saya setiap hari selama 40 hari di dalam diary.

Tapi, sampai hari ini, telah empat bulan berlalu, masih tertatih-tatih saja rasanya. Hihih. Mungkin sebab tulus, hingga butuh waktu lama untuk pulih kembali.

Kita semua pernah salah langkah. Pernah salah ambil keputusan. Pernah salah merespon keadaan. Mungkin, karena kita belum tahu. Namanya juga proses. Kita tidak boleh berhenti belajar di setiap momennya.

Instagram//@dzikipratama__

Semua butuh waktu untuk menelaah semua cerita yang tidak mengenakkan hati. Tidak ada hidup yang demikian datar untuk dijalani. Apapun yang sudah terjadi –saya rasa– saya sudah berusaha menjadi fase terkuat hari ini. Pun, saya banyak belajar, apapun yang orang lakukan dengan kita secara tidak baik, itu tanggungjawab Allah dengan segala Maha Baik-Nya.

Semoga di 2024 segala hikmah nampak adanya. Bahagia lahir dari segala duka. Pelangi muncul dengan indah. Not my best year, but i learned lot.

[]

Tinggalkan komentar