[Catatan Singkat] 04

Dok. Pribadi

“Emang Ummi bisa marah?” Tanya Gali setengah tertawa.
“Kok dak keluar tanduk? Hahah, aku dak takut.” Gali kembali tertawa dan menggulingkan badan di lantai.

Beberapa menit kemudian, bunyi suara halus tapi pelan. Eeh, Gali buang angin.

Belajar, ketawa, bareng-bareng. Udah berusaha serius, tapi ujungnya pasti ngikik. Gali super aktif, dan tahu cari cela untuk bikin Ummi nya gagal serius.

Lalu, Ummi mengelus kepala Gali. Sambil sholawat berulang kali.
“Besar nanti jadi manusia yang bermanfaat untuk makhluk Tuhan. Manusia dan alam.”


[Catatan Singkat] 03

Satu tahun sudah, enam bulan pertama paling menyenangkan. Bertemu orang-orang hebat, tempat diskusi, dan membenamkan lelah. Salah satunya, bertemu Mbak Betty.

Enam bulan kedua, hal yang paling “menantang.” 12 jam di luar, sejak matahari masih malu-malu keluar hingga beranjak tenggelam. Kadang hujan badai, gemuruh petir di jalan. Sambil mengkhayal masa depan. Sudah besar mau jadi apa?

Apa yang membuat hari ini bisa bertahan? Karena, banyak hal yang membuat kita tetap bisa survive dan mencintai diri. Melihat perempuan tangguh di dekat kita akan lebih menguatkan. Ibu, Mbak Betty, dan perempuan-perempuan lainnya di sekitar.

***

[Catatan Singkat] 02

dok. pribadi

Atas segala sesuatu yang masih dirahasiakan.
Impian dan usia yang panjang. C i n t a, bahkan. Kuat. Kuat, membawa badan dan perasaan.

Jalan lagi. Menyusuri tapak berduri. Tidak berhenti. Dari hari ke hari. Sepenuh dan seikhlas hati.

Sampai purna waktu, rembulan tenggelam dalam rindu yang dalam. Ingin yang tidak kesampaian. Masa yang berangsur hilang. Tidak semua hendak harus dikabulkan Tuhan kan? Patah lagi. Tumbuh yang baru. Begitulah siklus hidup itu. Silih berganti. Memutari poros ini. Atas bawah, kanan kiri.

***

[Catatan Singkat] 01

Suatu hari di kelas Ilmu Kalam, “apa itu takdir?”


Ada banyak hal dalam hidup terjadi tidak sesuai keinginan. Segala rencana kadang luluh begitu saja. Tenggelam dan susah untuk dibangkitkan lagi. Mengikuti alur, apakah sama dengan pasrah menjalani? Entahlah.

Tapi, hidup tidak boleh berhenti. Mematikan mimpi hanya sampai di sini. Melewati rutinitas waktu dengan stagnan. Aku dan kamu harus terus bergerak. Lamban atau cepat. Harus terus bermimpi. Punya banyak rencana untuk dijalani. Nanti.

Allah, “jika kamu sudah selesai satu perkara. Maka selesaikan perkara lain dengan bekerja keras.”

Mimpi, usaha, doa, dan temukan takdir kita setelahnya.

(Curup, 28 Ramadhan)

(Review Buku) 60 Hadits Shahih

Dok. Pribadi

“Buku ini disimpen baik-baik loh. Jika pas tepat ketemu waktunya, bolehlah pinjemin seseorang. Untuk bareng-bareng didiskusikan. Apalagi saat udah komit untuk menganut prinsip Mubaadalah. Eh.”

Akhir Desember 2020, dengan bismillah dan penuh keyakinan memberanikan diri untuk ikut challenge menulis selama 30 hari di bulan Januari. Kegiatan ini diadakan oleh Icontentcreator yang bekerja sama dengan Mubadalah.id dan Bonels.id. Lima hari pertama begitu antusias menggali kenangan sebagai bahan untuk menulis. Lima hari selanjutnya mulai keteteran hingga akhirnya stop menulis di hari ke sebelas. Duh, saya gagal mengatur waktu. Sebenarnya, tidak ada istilah tidak punya waktu untuk menulis. Kita bisa memberi waktu khusus di jam tertentu untuk menulis. Barang sejam sekali pun. Semoga untuk ke depannya saya bisa untuk lebih konsisten lagi. Fardhu ‘ain, untuk saya! Apalagi tulisan saya masih amatiran seperti ini. Hiks.


Ternyata, awal Februari 2021 masuk sebuah DM dari icontentcreator bahwa tulisan saya di hari kedua yang berjudul Keuangan: Sepenggal Kenangan Hidup di Perantauan menjadi bagian dari winnernya. Terharu sekali, untuk pertama kalinya memperoleh hadiah buku dari kegiatan menulis seperti ini. Hingga akhirnya, 11 Maret 2021 datang abang paket mengantar sebuah buku berjudul 60 Hadits Shahih yang ditulis oleh Dr. Faqihuddin Abdul Kodir.


Lagi dan lagi, membaca buku ini pun memakan waktu berminggu-minggu. Banyak jedanya. Sampai akhirnya, awal April ini harus posting review buku lagi di Ruang Bercerita. Kan, sedih kalau ruangan ini sepi tanpa ada tulisan setiap bulannya. Dengan tertatih-tatih, bukunya selesai dibaca. Lalu, bagaimana perasaan saya setelah membaca buku ini?

“Buku ini disimpen baik-baik loh. Jika pas tepat ketemu waktunya, bolehlah pinjemin seseorang. Untuk bareng-bareng didiskusikan. Apalagi saat udah komit untuk menganut prinsip Mubaadalah. Eh.”


Jangan tertawa, membaca feedback dari saya ini. Hihih.


60 Hadist Shahih adalah sebuah buku yang mengulas secara khusus tentang hak-hak perempuan dalam Islam dengan dilengkapi penafsirannya. Ditulis oleh Kang Faqih (demikian beliau disapa sehari-harinya) yang terinspirasi dari karya besar Syekh Abdul Halim Abu Syuqqah, Tahrir al-Mar’ah fi ‘Ashr ar-Risalah (Pembebasan Perempuan pada Masa Kenabian).

Buku beliau ini ditulis secara sederhana dengan penjabaran yang singkat tapi jelas padat. Agar pesan yang ingin disampaikan dapat dengan mudah dipahami oleh para pemula yang ingin mengenal hadits-hadits utama dalam membaca isu-isu relasi antara laki-laki dan perempuan.


Mengingat, selama ini, jamak orang hanya mengenal hadits-hadits tentang perempuan yang diciptakan dari tulang rusuk, perempuan adalah fitnah bagi laki-laki, mereka adalah penghui neraka paling banyak. Atau tentang perempuan yang kurang agama, kurang akal, harus taat suami, dan hal-hal yang menitikberatkan perempuan akan kewajiban mereka untuk melayani suami.


Kang faqih ingin melalui buku kecil ini kita bisa mengenali sikap Islam sesungguhnya terhadap perempuan dari teks sumber yang otoritatif. Bahwa perempuan –posisi dan perannya– adalah sebagai manusia utuh yang setara dengan laki-laki. Relasi antar mereka didasarkan pada prinsip Mubaadalah (kesalingan) yang digambarkan oleh al-Quran. Saling tolong-menolong dan menopang (Q.S. at-Taubah:71), saling melindungi dan melengkapi (Q.S. al-Baqarah: 187), dan saling berbuat baik (Q.S. an-Nisaa:19).


Ada banyak hadits-hadits shahih yang juga sering dipahami bias gender. Tapi, menurut Dra. Hj. Badriyah Fayumi, Lc., MA, hadits-hadits tersebut bisa dimaknai secara lebih tepat dan proporsional setelah digali asbabun nuzul dan konteks sosio-historisnya, lalu disandingkan dengan ayat-ayat al-Quran. Melalui 60 Hadits Shahih ini kita banyak belajar dan membuka cakrawala baru tentang perempuan. Bahwa yang selama ini kita ketahui dan terkesan memberatkan perempuan ternyata tidak seperti itu loh. Islam itu rahmatallil’alamin, Allah tidak pernah mencintai manusia secara sepihak. Namun, mencintai seluruhnya, laki-laki dan perempuan.

Maka, buku kang Faqih ini wajib dibaca dan dipahami, disebarluaskan dan dijadikan pedoman, karena menurut Ibu Badriyah Fayumi, ada lima alasannya:


Pertama, hadits-hadits shahih yang ditulis di sini menjelaskan wajah Islam yang ramah dan adil kepada laki-laki dan perempuan. Kedua, buku ini mengimplementasikan sabda Nabi Muhammad SAW, “ballighuu ‘annii walau ‘ayah” (sampaikan dariku walaupun satu ayat/hadits). Ketiga, Kang Faqih menggunakan metode qiraah mubaadalah. Keempat, 60 hadits shahih ini cukup bisa menjadi dalil untuk mematahkan klaim bahwa Islam tidak ramah kepada perempuan. Terakhir, hadits-hadits dalam buku ini bisa menjadi pedoman untuk membangun relasi yang adil gender sesuai tuntunan Rasullah SAW.


Bagi saya sendiri, buku ini menjadi salah satu buku yang wajib dibaca oleh laki-laki yang ingin serius menjalin ‘hubungan’ dengan saya (Hehhe, laki-laki yang batang hidungnya belum diwujudkan ke alam nyata oleh Allah). Bersama-sama belajar mendongkrak patriarki yang memberatkan perempuan juga laki-laki itu sendiri.

Ada beberapa hadits yang ingin saya selipkan di sini, sayang kalau terlewatkan begitu saja.


Abu Hurairah Ra. Menyampaikan bahwa ada seorang laki-laki datang dan bertanya kepada Rasulullah SAW, “siapakah orang yang paling berhak aku layani dan temani?” Rasulullah SAW menjawab, “ibumu.” “Lalu, siapa lagi?” “Ibumu.” “Terus, siapa?” “ibumu.” “Setelah itu siapa?” “Kemudian, ayahmu.” (Shahih Muslim).

Hadits ini memberi pengakuan dan penghargaan terhadap peran domestik dan reproduktif perempuan yang sering sekali diabaikan kebanyakan orang. Perempuan sering diabaikan sendiri dalam menjalankan perannya, tanpa ada dukungan yang cukup dari keluarga, masyarakat, dan khususnya negara. Dukungan terhadap perempuan sebagai ibu tidak cukup hanya berupa pujian atau ucapan manis saat peringatan hari ibu. Tetapi, harus bentuk riil; membantu berbagi kerja, memberi makanan yang bergizi, mendidik dan memberdayakan perempuan, mengalokasikan anggaran kesehatan untuk perempuan, serta cuti kerja untuk reproduksi. (Hlm. 67).


Ummu Salamah Ra bertanya kepada Rasulullah SAW, “wahai rasulullah, aku tidak mendengar Allah mengapresiasi hijrah para perempuan.” Kemudian, Allah menurunkan ayat, “bahwa sesungguhnya Aku tidak akan membuang-buang apa yang diperbuat setiap orang di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan, sebagian kamu dari sebagian yang lain.” (Sunan at-Tirmidzi).

Hadits Ummu Salamah ini hanya salah satu dari catatan-catatan kegelisahan perempuan masa awal Islam terhadap al-Quran yang secara literal tidak menyebut kiprah perempuan dalam hal hijrah dan jihad. Karena, sebagimana yang diketahui, ayat-ayat mengenai hal ini terkesan tidak memasukkan perempuan, sebab bahasa Arab menggunakan struktur bahasa laki-laki (mudzakkar). Hingga pada akhirnya Allah menurunkan ayat yang menegaskan bahwa setiap amal baik tidak mengenal jenis kelamin. Ia akan memperoleh apresiasi dan balasan dari Allah SWT. Baik di ranah publik maupun di ranah domestik. Serta menjadi tugas bersama untuk mewujudkan sistem sosial yang mengapresiasi kerja-kerja siapun secara nyata, laki-laki maupun perempuan sesuai prinsip meritokrasi dalam Islam. (Hlm. 108-110).


Masih ada 58 hadits lagi yang menjelaskan bahwa Allah Maha Baik dan Islam adalah agama yang sangat memuliakan perempuan. Sekarang, mari jadikan hadits yang sudah disampaikan ini sebagai penguat untuk tampil percaya diri menjadi perempuan.


Dalam urusan pernikahan, buku ini sangat penting untuk menjadi rujukan. Modal awal untuk melangkah ke jenjang itu. Tidak cukup modal nikah hanya menyajikan cinta, karena cinta yang tidak dirawat dan tidak dilandasi oleh ajaran Islam (yang berprinsip Mubaadalah), tidak akan sampai pada keberkahan dari menyempurnakan separuh iman itu.

***